Uji Formil UU TNI Gagal di MK, Ini Alasan Mengejutkan!

thelighthousepeople.com, Uji Formil UU TNI Gagal di MK, Ini Alasan Mengejutkan! Gugatan soal uji formil terhadap Undang-Undang TNI yang di ajukan sejumlah pihak akhirnya kandas di Mahkamah Konstitusi. Keputusan ini jelas mengundang tanda tanya besar, apalagi publik berharap MK bisa mengoreksi proses pembentukan UU yang di nilai cacat prosedur. Tapi, MK punya alasan yang cukup bikin banyak orang tercengang.

Proses yang Diprotes Tapi Dianggap Sah

Sejak awal, muncul suara lantang yang menyoroti proses revisi UU TNI. Beberapa elemen sipil dan akademisi menyebut, pembentukan aturan itu berlangsung kilat dan sepi partisipasi publik. Bahkan, ada yang bilang prosesnya seperti kilat di siang bolong tiba-tiba di sahkan tanpa banyak suara terdengar sebelumnya.

Namun, saat Mahkamah membacakan putusannya, argumen yang di bangun justru berkebalikan. Menurut para hakim, pembahasan di DPR dan pemerintah di anggap telah memenuhi ketentuan formal sebagaimana mestinya. Jadi meski prosesnya terkesan ‘sepi’, tetap di anggap sah dan tak melanggar aturan formal.

Ini jelas menjadi tamparan buat mereka yang berharap putusan sebaliknya. Karena logika sederhananya, bagaimana bisa publik di ajak di skusi, kalau pembahasan pun nyaris tak terdengar?

Partisipasi Publik Ada Tapi Tak Terlihat

Meski banyak pihak mengaku tak pernah di ajak di skusi atau konsultasi publik, MK justru menyebut partisipasi publik telah di penuhi, meski dengan bentuk yang tak selalu terbuka lebar. Ini jadi bagian yang bikin banyak orang geleng-geleng kepala. Pasalnya, banyak kelompok masyarakat sipil menyatakan tidak pernah di libatkan, apalagi tahu kapan dan di mana pembahasan berlangsung.

Bahkan beberapa ahli hukum sempat menyebut bahwa partisipasi publik dalam UU ini hanya formalitas belaka. Tapi MK punya pandangan berbeda. Mereka menganggap, selama ada notulensi rapat dan dokumentasi pembahasan, maka prosesnya di anggap sudah memenuhi unsur partisipatif. Meskipun publik merasa absen, tetap saja di anggap hadir.

Nah, di sinilah letak kejutan yang bikin suasana makin panas. Karena yang selama ini di dengungkan sebagai partisipasi, ternyata bisa di artikan sangat longgar. Yang penting ada bukti di atas kertas, urusan representasi suara publik bisa di anggap selesai.

Efek Domino Dari Putusan Ini

Uji Formil UU TNI Gagal di MK, Ini Alasan Mengejutkan!

Setelah putusan MK keluar, tak butuh waktu lama buat berbagai reaksi muncul. Dari akademisi, pegiat HAM, sampai pengamat militer, semua punya komentar. Mayoritas menilai putusan ini membuka ruang baru bagi pembentukan undang-undang tanpa perlu terlalu ribet mengajak masyarakat bicara.

Kalau di biarkan, bisa jadi ini jadi preseden yang cukup berbahaya. Karena pembentuk undang-undang bisa saja berdalih, bahwa partisipasi publik cukup lewat formalitas tertulis, tanpa perlu benar-benar mengajak rakyat berdiskusi. Ini bukan hanya soal prosedur, tapi juga soal rasa keadilan.

Tak bisa di mungkiri, banyak kalangan menilai bahwa keputusan MK kali ini terkesan ingin bermain aman. Apalagi yang di uji adalah undang-undang soal militer, yang punya implikasi besar terhadap sipil dan struktur kekuasaan.

Mengapa Hal Ini Patut Diperhatikan?

Sekilas, mungkin ini hanya perkara hukum prosedural. Tapi kalau di telusuri lebih dalam, putusan ini jadi semacam lampu kuning. Karena dengan lolosnya UU TNI tanpa uji formil yang di kabulkan, proses pembuatan undang-undang bisa makin jauh dari jangkauan publik.

Bayangkan kalau pola ini jadi kebiasaan. Publik akan semakin sulit mengawal produk hukum yang sejatinya mengatur mereka. Pemerintah dan DPR bisa berdalih bahwa semua sudah sesuai prosedur, meski suara masyarakat tak terdengar.

Jadi, alasan MK menolak uji formil ini memang mengejutkan, karena justru membuka tafsir baru soal makna ‘partisipasi publik’. Dan tafsir seperti ini, jika di biarkan liar, bisa membuat demokrasi kita seperti rumah tanpa pagar: tampak megah tapi rawan di susupi tanpa izin.

Kesimpulan

Putusan Mahkamah Konstitusi terkait uji formil UU TNI tak cuma menutup satu gugatan, tapi juga membuka pertanyaan besar. Kenapa partisipasi publik di anggap cukup, padahal banyak merasa tidak di libatkan? Jawaban MK mungkin sah secara hukum, tapi belum tentu bisa di terima secara logika publik.

Inilah kenapa publik harus tetap waspada. Bukan hanya soal UU TNI, tapi juga soal bagaimana undang-undang di bentuk ke depannya. Kalau publik tak bersuara, jangan heran kalau suatu hari kita bangun dan sudah ada aturan baru yang tak pernah kita tahu kapan di buatnya.

By Benito

We would like to show you notifications for the latest news and updates.
Dismiss
Allow Notifications