Pramono Sungai Ciliwung Sumbang 40% dalam Banjir Ibu Kota

thelighthousepeople.com, Pramono Sungai Ciliwung Sumbang 40% dalam Banjir Ibu Kota Bicara soal Jakarta dan banjir itu seperti ngomongin kopi dan pagi hari—selalu berdampingan. Tapi siapa sangka, ada satu sungai yang di sebut-sebut jadi biang kerok utamanya. Pramono Anung, tokoh yang cukup vokal dalam urusan kenegaraan, buka suara: “Sungai Ciliwung nyumbang 40 persen dari total banjir yang merendam Jakarta.” Kalimat ini langsung jadi sorotan dan bikin banyak pihak garuk-garuk kepala.

Bukan tanpa alasan, sebab Ciliwung bukan sekadar sungai. Ia seperti keran besar yang lupa di tutup saat langit marah. Dan ternyata, efeknya luar biasa panjang.

Hujan Boleh Deras, Tapi Aliran Ciliwung Jauh Lebih Nekat

Saat langit berubah murung dan awan tumpah ruah, Jakarta sudah bersiap siaga. Namun sayangnya, kesiapan itu sering kalah langkah dengan liarnya aliran Sungai Ciliwung. Aliran air dari hulu Bogor meluncur tanpa permisi, membawa serta kiriman dari gunung dan segala isinya. Mulai dari batang pohon, sampah plastik, hingga lumpur yang menyelinap ke gorong-gorong kota.

Pramono pun menyoroti pergerakan air ini. Menurutnya, Pramono Sungai Ciliwung setiap kali banjir besar terjadi di ibu kota, hampir setengah debit air datang dari jalur Ciliwung. Sebuah catatan yang jelas bikin banyak mata terbuka.

Dari Hulu Turun ke Hati Jakarta Pramono Sungai Ciliwung

Sungai Ciliwung mengalir dari Puncak hingga Monas. Tapi yang di bawa bukan hanya air, melainkan juga masalah yang berlapis-lapis. Kalau di hulu hutan rusak, otomatis air hujan langsung meresap jadi arus liar. Ditambah lagi dengan urbanisasi yang makin menggila, sungai jadi makin terhimpit. Pramono Sungai Ciliwung Belum lagi tangan-tangan tak bertanggung jawab yang menjadikan Ciliwung sebagai tempat buang segala.

Pramono bilang, “Kita bisa atasi banjir kalau sungainya di perhatikan sejak dari hulunya.” Ucapan ini terasa sangat logis dan bikin kita bertanya-tanya, kenapa dari dulu nggak di lakukan serius?

Pengendalian Air Tanpa Sekadar Wacana

Pramono Sungai Ciliwung Sumbang 40% dalam Banjir Ibu Kota

Kalau di lihat sekilas, sungai ini seolah punya nyawa sendiri. Kadang tenang, kadang ngamuk. Tapi di am-di am, sungai ini juga menyimpan potensi untuk di kendalikan. Sayangnya, selama bertahun-tahun, banyak pembahasan hanya muter-muter di ruang rapat.

Dengan data yang di sampaikan Pramono, seharusnya tak ada alasan untuk menunda-nunda. 40% bukan angka kecil. Pramono Sungai Ciliwung Itu artinya, satu sungai bisa mengguncang hampir setengah kota hanya dalam satu malam. Ini bukan perkara musiman, tapi ancaman permanen.

Pramono Sungai Ciliwung Tak Sendirian, Tapi Paling Berani

Jakarta punya 13 sungai, tapi Ciliwung selalu masuk headline. Kenapa? Karena ia bukan cuma yang paling panjang, tapi juga paling liar. Setiap musim hujan tiba, sungai lain memang turut menyumbang, tapi tak sebesar Ciliwung. Maka wajar jika ia di sebut sebagai “aktor utama” dalam drama banjir Jakarta.

Meski demikian, penting juga untuk tidak menyalahkan sungai semata. Karena di balik alirannya, ada manusia yang menata, atau justru mengabaikannya. Pramono Sungai Ciliwung ini tak akan liar jika ia di beri ruang.

Rakyat Tahu Deritanya, Tapi Tak Punya Kuasa

Warga bantaran Ciliwung sudah hidup bertahun-tahun berdampingan dengan ketidakpastian. Pramono Sungai Ciliwung Saat matahari bersinar, sungai terlihat jinak. Tapi saat hujan deras melanda, dalam hitungan jam, rumah bisa berubah jadi kolam renang tak di inginkan.

Mereka tahu persis bagaimana air bergerak, lebih dari siapa pun di kantor kementerian. Setiap lekukan sungai, arah arus, hingga perubahan warna air pun mereka hafal di luar kepala. Namun, suara mereka seringkali tak di dengar, seolah pengamatan lapangan bertahun-tahun kalah oleh grafik dan data di ruangan ber-AC. Padahal, kalau ada yang paham benar tentang karakter Ciliwung, ya mereka ini—penjaga sunyi yang hidup berdampingan dengan air, siang dan malam.

Kesimpulan: Sungai Tak Pernah Salah, Tapi Bisa Dibenahi

Ciliwung memang bukan penyebab satu-satunya banjir di Jakarta, tapi kalau ia menyumbang 40%, maka sudah saatnya semua pihak serius menaruh perhatian. Ucapan Pramono bukan sekadar alarm, melainkan tamparan halus bahwa kerja nyata lebih di butuhkan daripada sekadar rencana manis.

Membenahi hulu, memperlebar aliran, serta memberdayakan warga sekitar bukan tugas yang ringan. Tapi Jakarta sudah terlalu lelah jadi kolam setiap tahun. Saatnya Ciliwung bukan hanya di kenal karena amarahnya, tapi juga karena keberhasilannya di jinakkan.

By Benito

We would like to show you notifications for the latest news and updates.
Dismiss
Allow Notifications