thelighthousepeople.com, Ekstremnya Gunung Rinjani: Pendaki Asing Jadi Korban Lagi? Gunung Rinjani tak pernah kehilangan daya tarik. Tingginya menjulang, kabutnya memeluk, dan jalurnya menantang seperti labirin yang digambar langsung oleh alam. Namun, di balik keindahan yang menawan itu, ada sisi ekstrem yang belakangan ini kembali jadi sorotan. Kabar terbaru, seorang pendaki asing lagi-lagi jadi korban. Sebenarnya, seberapa ganas medan Rinjani? Dan kenapa insiden semacam ini terus terjadi?
Gunung Rinjani, Cantik Tapi Penuh Cakar
Bicara soal gunung satu ini, tidak ada yang bisa menyangkal bahwa panorama di atas sana bisa bikin siapa pun terpukau. Dan memang, hampir semua pendaki setuju bahwa puncaknya menawarkan pemandangan yang seperti potret surgawi.
Namun, daya tarik itu bukan berarti bebas risiko. Medan Rinjani dikenal licin saat musim hujan, berdebu saat musim kering, dan anginnya sering berubah arah tanpa peringatan. Dalam kondisi ekstrem, jalur yang tadinya terlihat tenang bisa berubah jadi perangkap.
Beberapa pendaki lokal mungkin sudah hapal dengan tikungan-tikungan mautnya. Namun, pendaki asing sering kali hanya mengandalkan referensi daring, dan di sinilah masalah muncul: interpretasi peta bisa berbeda saat kenyataan di lapangan datang dengan kejutan.
Cuaca Bisa Menipu Dalam Hitungan Menit
Saat pagi menyapa dengan matahari hangat, tak sedikit pendaki yang lengah. Karena kenyataannya, Rinjani itu seperti punya dua wajah: satu ramah, satu lagi tak terduga. Dalam hitungan menit, langit biru bisa berubah kelabu. Kabut turun cepat, dan jarak pandang mengecil drastis.
Inilah momen-momen rawan yang seringkali membuat pendaki asing kewalahan. Apalagi jika mereka nekat lanjut tanpa pemandu lokal. Beberapa insiden tragis bahkan terjadi justru saat cuaca sedang “terlihat baik”.
Kenyataan ini membuat para relawan dan pemandu lokal harus kerja ekstra keras. Sebab selain mengevakuasi, mereka juga harus jadi penjaga moral dan rambu hidup untuk para pendaki yang baru pertama kali mencicipi medan Indonesia.
Data Bukan Sekadar Angka
Menurut catatan sementara dari pengelola jalur pendakian, insiden pendaki asing yang mengalami kesulitan tidaklah sedikit. Bahkan dalam lima tahun terakhir, peningkatannya cukup signifikan. Banyak yang tersesat, kelelahan, atau mengalami gangguan kesehatan karena perubahan suhu ekstrem.
Walaupun sebagian besar berhasil diselamatkan, tetap saja ada yang berakhir menyedihkan. Dan anehnya, meski informasi soal risiko Rinjani sudah tersebar luas, tetap saja ada yang datang tanpa persiapan matang.
Masih ada yang menganggap naik gunung seperti tamasya ringan. Padahal, sekali salah langkah di jalur sempit atau ngotot naik saat angin sedang beringas, harga yang harus dibayar bisa nyawa sendiri.
Ketegangan Antara Wisata dan Waspada
Peningkatan kunjungan turis ke Rinjani memang membawa keuntungan ekonomi. Penduduk lokal banyak yang mendapat pemasukan sebagai porter, pemandu, atau penyedia penginapan. Namun, bersamaan dengan itu, risiko pun ikut naik.
Ada ketegangan tak terlihat antara kebutuhan akan pemasukan pariwisata dan kewajiban menjaga keselamatan. Tidak semua pendaki asing mau mendengarkan saran, dan tidak semua operator tur benar-benar mengutamakan perlindungan.
Sejumlah komunitas pencinta alam bahkan mulai gencar menyuarakan perlunya regulasi ketat. Mereka tidak mau gunung ini berubah jadi arena tragis berulang. Sebab, jika terus begini, nama Rinjani akan selalu muncul bukan karena keindahan semata, melainkan karena insiden demi insiden.
Kesimpulan: Cantik Itu Boleh, Ceroboh Jangan
Rinjani tetap memesona. Namun daya tariknya bukan alasan untuk abai. Terutama bagi pendaki asing, penting banget buat memahami bahwa gunung ini bukan taman kota dengan jalur semen rapi. Di sana, angin bisa menusuk, batu bisa longsor, dan cuaca bisa menggila. Jangan cuma datang karena viral. Datanglah dengan hormat, dengan kesiapan, dan dengan kesadaran bahwa alam bukan tempat bermain tanpa batas.
Karena jika tidak, kisah pendaki asing jadi korban bisa terus berulang. Dan saat itu terjadi, kita semua kehilangan bukan hanya satu nyawa, tapi juga reputasi tempat yang seharusnya dirayakan, bukan diratapi.