thelighthousepeople.com, Sriati Kisah Inspiratif tepi SLB Surabaya, 31 Tahun! Di tengah keramaian Surabaya yang selalu bergerak cepat, ada satu sosok yang nggak pernah kehilangan langkah. Namanya Sriati, seorang perempuan yang sudah 31 tahun hadir di sekitar lingkungan SLB Surabaya, menemani hari-hari para siswa berkebutuhan khusus lewat caranya sendiri. Tidak ada sorotan kamera, tidak ada panggung besar, hanya ketulusan yang terus menempel di langkahnya sejak awal ia datang ke tempat itu.
Kisah Sriati bukan cerita glamor. Ini kisah tentang seseorang yang memilih tetap berdiri, meski jalan panjang kadang terasa seperti mengulang hari yang sama ribuan kali. Namun dari pengulangan itu, justru muncul makna yang membuat hidupnya penuh warna.
Dari Singgah Sementara Jadi Pengabdian Puluhan Tahun
Sriati dulu datang ke area SLB itu bukan untuk bekerja tetap. Awalnya cuma singgah, membantu sedikit, lalu berencana pindah seperti orang-orang pada umumnya yang mencari tempat baru untuk berkembang. Tapi suasana di sekitar anak-anak berkebutuhan khusus itu membuatnya berhenti memikirkan rencana besar. Ada sesuatu di sana yang memanggilnya untuk bertahan.
Hari pertama, ia hanya membantu membereskan halaman. Hari kedua, ia mulai dikenal sebagai “mbak yang selalu tersenyum.” Hari-hari berikutnya berjalan tanpa sadar sampai akhirnya tahun terus bertambah. Satu → lima → dua puluh → dan kini tiga puluh satu tahun berlalu.
Tanpa janji muluk, tanpa rencana jauh ke depan, Sriati justru menemukan rumahnya di tepi sekolah itu.
Kehidupan di Tepi Sekolah yang Tak Pernah Sepi
Di mata banyak orang, pekerjaan Sriati mungkin terlihat sederhana: menjaga kebersihan, membantu guru saat dibutuhkan, menemani siswa ketika mereka gelisah, hingga mengawasi gerbang supaya tetap aman. Tapi kalau dilihat lebih dekat, tiap tugas itu membawa cerita.
Ada siswa yang setiap pagi menyapanya dengan gaya khasnya kadang melompat kecil, kadang tertawa begitu keras hingga membuat orang yang lewat ikut tersenyum. Ada juga siswa yang pendiam, tapi selalu menepuk pundak Sriati pelan sebelum masuk kelas, seolah bilang “Aku aman di sini.”
Buat Sriati, interaksi sekecil itu cukup untuk menghapus lelah yang kadang menumpuk tanpa permisi.
Saat Dunia Berubah, Ketulusannya Tetap Sama
Banyak hal di sekitar sekolah sudah berubah. Bangunan diperbaiki, halaman diperluas, guru datang silih berganti. Tapi satu yang tidak ikut berubah: kehadiran Sriati.
Perempuan itu tetap datang pagi-pagi sambil membawa tas kecil dan senyum yang nggak pernah absen. Dia tahu betul tidak semua orang mengerti lika-liku kehidupan di lingkungan anak berkebutuhan khusus. Tapi ia juga tahu bahwa dunia kecil di tepi sekolah itu butuh orang-orang yang berhati lapang.
Dan lapangnya hati Sriati seolah nggak habis-habis.
Perjalanan yang Mengajarkan Arti Konsistensi
Di zaman sekarang, bertahan lama di satu tempat bukan hal yang sering ditemui. Banyak orang ingin berpindah—entah karena bosan, ingin gaji lebih besar, atau sekadar ingin suasana baru. Tapi Sriati berbeda. Ia tidak mengejar hal-hal besar. Ia lebih suka memberi makna lewat hal-hal kecil yang dilakukan berulang-ulang.
Baginya, 31 tahun bukan catatan panjang yang harus dipamerkan. Itu hanya bukti bahwa hatinya cocok berada di sana.
Jejak yang Ditinggalkan Tanpa Perlu Diakui

Walaupun pekerjaannya jarang dianggap “istimewa” oleh orang pada umumnya, Sriati menanam jejak yang justru paling terasa: ketenangan.
Anak-anak yang gelisah mencari dia.
Guru-guru merasa terbantu karena ada sosok yang selalu siap tanpa banyak bicara.
Orang tua murid pun sering mengangguk hormat karena tahu perempuan itu bukan sekadar “petugas sekolah.”
Keberadaannya menjadi titik tenang, semacam jangkar yang membuat lingkungan sekolah tidak kehilangan keseimbangannya.
Menghadirkan Kebaikan Tanpa Harus Heboh
Sriati tidak pernah viral. Tidak pernah masuk berita besar. Tapi orang-orang di sekitar SLB tahu bahwa dirinya punya peran yang lebih dalam daripada terlihat. Ia menunjukkan bahwa kebaikan tidak harus penuh tepuk tangan. Tidak harus diumumkan ke seluruh dunia.
Ada orang yang memberi dampak lewat kata-kata besar. Ada juga yang seperti Sriati—diam-diam membuat dunia berjalan lebih lembut.
Ketulusan yang Mengalir Sampai Hari Ini
Kini, setelah melampaui tiga dekade, banyak yang bertanya apakah Sriati tidak lelah. Ia hanya tertawa kecil dan menjawab singkat, “Kalau sudah biasa, capeknya hilang sendiri.”
Jawaban itu simple, tapi justru mengungkap sisi dirinya yang paling kuat: ketulusan yang tidak dibuat-buat.
Ia sudah melihat puluhan generasi siswa tumbuh, lulus, pergi, lalu digantikan wajah-wajah baru yang sama uniknya. Dan selama itu pula ia tetap berdiri di tempat yang sama, menebar ketenangan yang membuat sekolah terasa hangat.
Kesimpulan
Kisah Sriati di tepi SLB Surabaya adalah potret nyata bahwa inspirasi tidak harus datang dari panggung. Kadang muncul dari seseorang yang bekerja senyap di sudut yang jarang diperhatikan. Selama 31 tahun, ia membuktikan bahwa kesetiaan pada kebaikan bisa menjadi kekuatan yang bertahan paling lama.
Ia bukan tokoh besar. Ia bukan pejabat atau sosok populer. Tapi justru karena itu, kisahnya terasa dekat dan jujur.
Sriati menunjukkan bahwa dunia bisa berubah lewat tangan-tangan sederhana yang bekerja tanpa pamrih—dan itulah inspirasi yang seharusnya tidak hilang.
